Musisi yang berkecimpung pada industri musik, mungkin saja diantaranya akan sepakat bahwa dunia yang sedang mereka geluti, tidak selalu berbicara pada soal ‘Fame’ atau popularitas semata. Argumen ini tentu masih sangat terbuka untuk didebat, karena setiap pendapat mempunyai latar belakang pemikiran dan orientasi yang berbeda. Namun, baru-baru ini, kita diperlihatkan sisi lain dari para pelaku musik atas sikap mereka pada fenomena pembantaian rakyat yang terjadi di Palestina oleh pemerintah Israel.
Dalam ajang musik South by Southwest Music Festival (SXSW) yang digelar di Austin, Amerika Serikat tahun ini, sejumlah musisi memilih untuk mundur dan tidak tampil dalam festival bergengsi tersebut. Hal itu disebabkan oleh informasi yang beredar belakangan ini tentang SXSW yang menjalin hubungan dengan sponsor yang diduga menjadi produsen dan pemasok senjata pemerintah Israel untuk melakukan penyerangan di Palestina.
Dilansir dari unggahan video akun Instagram hai_online, terdapat sekitar 80 artis yang telah mengundurkan diri dari SXSW untuk mendukung dan menunjukkan solidaritas mereka kepada rakyat Palestina. Salah satu diantara mereka adalah Reality Club yang merupakan band asal jakarta, Indonesia. Reality Club, mulanya dijadwalkan tampil pada segmen FRIENDS:FOREVER, acara musik Asia terbesar yang masih rangkaian dari festival SXSW di tanggal 14 dan 15 Maret 2024.
Mundurnya Reality Club dari line up SXSW kemudian disampaikan sehari sebelum penampilan mereka melalui pengumunan di akun Instagram mereka. “Mengetahui bahwa Angkatan Darat AS menjadi sponsor utama SXSW, serta keterlibatan kontraktor pertahanan [RTX] yang memproduksi dan memasok senjata yang dipakai untuk menyerang warga Palestina, kami memutuskan untuk menarik diri dari penampilan di SXSW”, demikian pengumuman yang mereka sampaikan di akun Instagram @realityclub. Lebih jauh lagi, mereka menegaskan bahwa “Dengan mengikuti hati nurani, kami tak bisa bermain dalam pertunjukkan SXSW di Austin pada 14 dan 15 Maret 2024. Kami menolak untuk dikaitkan dengan organisasi yang terlibat dalam genosida di Palestina”.
Interprestasi kita terkait sikap yang ditunjukkan oleh Reality Club dan artis lainnya yang mundur dari SXSW, melibatkan dimensi kesadaran yang berbeda dari kepribadian para musisi. Konstruksi ‘Fame’ yang datang dari industri dan pengapnya kalkulasi profit, dimuntahkan oleh posisi moral para pelaku musik. Tidak hanya dari dunia musisi, di tahun 2023 lalu, kejadian serupa yang melibatkan serangan Israel di Palestina juga pernah terseret dalam ajang Frankfurt Book Fair (FBF) yang merupakan pameran perdagangan buku internasional tertua dan terbesar di dunia. Berawal dari pernyataan dukungan Frakfuter Buchmesse terhadap pendudukan Israel di wilayah Palestina, gelombang protes dan seruan boikot terus berseliweran di media sosial.
Sejumlah penulis dan asosiasi penerbit dari seluruh dunia, menyampaikan kekecewaanya dan menolak untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. Di Indonesia sendiri, novelist sekaliber Okky Madasari, terang-terangan menyampaikan kekecawaan dan seruan untuk memboikot FBF dalam unggahan video di akun Instagramnya @okkymadasari.
Dari kejadian itu, kita cukup paham, bahwa betapa dilematisnya untuk bisa mengambil keputusan sebesar itu dan tentu tidaklah mudah, mengingat popularitas adalah konsekuensi organik dari kemampuan kreatifitas seseorang dalam berkesenian. Dari situlah karya-karya seni yang ditawarkan menemui pengakuan yang kemudian mengantarkannya pada hal-hal yang sifatnya komersil.
Namun, mereka lebih memilih untuk melakukan solidaritas yang level kemanusiaanya bahkan melintasi batas teritorial negara. Tentu kita bangga dan patut diapresiasi, melihat Reality Club beberapa waktu lalu menjadi salah satu representasi moral dan kemanusiaan dunia. Namun sebagai bahan kontemplasi, ada baiknya mempertanyakan pada diri sendiri tentang seberapa siapkah kita jika diperhadapkan pada kondisi yang serupa? Kondisi dimana moral dan kemanusiaan anda dipertentangkan dengan popularitas yang sedang anda nikmati atau sedang anda kejar.
Penulis : Rahmat Sikky (Mahasiswa S2 Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Airlangga)
0 komentar:
Posting Komentar